Download versi cetak: 1234_1407_KebaktianPagiSore_2025-19Oct
Rahasia Kepuasan dalam Keuangan
(Seri kitab Pengkhotbah)
Pdt. Ivan Adi Raharjo, M. Th.
*Ringkasan khotbah ini belum diperiksa pengkhotbah
Di pasal 1 sampai 4 kita telah melihat bagaimana Kohelet atau si Pengkhotbah itu mengatakan bahwa segala sesuatu dalam hidup di bawah matahari ini adalah sia-sia. Jerih payah manusia, hikmat manusia semuanya sia-sia dan seperti uap. Kesenangan bahkan politik sekalipun semuanya sia-sia. Memasuki pasal kelima Kohelet juga mengatakan bahwa kadang ibadah pun bisa menjadi sesuatu yang sia-sia. Datang ke rumah Allah beribadah menjadi sesuatu yang sia-sia jikalau itu dilakukan dengan hati yang tidak takut akan Allah. Itulah yang seringkali membuat gereja menjadi terasa tidak relevan bagi banyak orang. Mereka hanya melihat ritual-ritual kosong di gereja yang dilakukan oleh manusia demi agenda manusia di atas bumi ini saja. Mereka tidak bisa melihat bahwa ada Allah yang suci, adil dan besar, yang hadir di dalam ibadah ini. Allah yang berbicara kepada kita melalui firmanNya dan Allah mendengarkan doa kita.
Pasal 5:8-12 paralel dengan pasal 6:7-9. Bagian ini memberikan pesan bahwa cinta akan uang itu tidak bisa memberikan kepuasan. Ayat 8 di dalam Alkitab Indonesia adalah ayat ke-7. Kadang kita bertanya-tanya, setelah mengikuti acara gereja yang cukup intens seperti retreat NRETC atau KIN, kita bisa merasakan hadirat Tuhan begitu nyata. Tapi tidak lama setelah kita keluar dari pintu gereja dan mulai kembali kepada dunia nyata, sepertinya hadirat Tuhan itu menjadi pudar. Ini ibarat Kohelet yang baru saja di pasal 5 bagian awal mengajak kita melangkah masuk ke bait Allah, beribadah kepada Allah di surga. Lalu sudah selesai beribadah, kita diajak keluar dari pintu gereja kembali kepada dunia di bawah matahari. Dan ternyata dunia masih sama saja. Boleh saja kita mencicipi surga di dalam bait Allah. Tetapi dunia di bawah matahari ini ssemuanya masih sama dan kita melihat masih banyak kejahatan dan kesia-siaan.Di situ kita melihat hadirat Tuhan yang tadinya kita rasakan begitu intens, sekarang menjadi pudar. Salah satu hal di dalam dunia ini yang bisa membuat manusia seringkali terjebak adalah ketika kita melihat kejahatan dan kesia-siaan dunia itu terkait dengan uang. Ini pernah kita singgung sedikit di pasal 2. Kohelet mengatakan ia mencicipi kesenangan dan salah satunya lewat harta kepunyaannya. Di mana dia memiliki banyak budak, ternak, emas dan perak yang tidak terbilang. Kekayaan materi seringkali mengikat hati kita dengan begitu powerful. Alkitab tidak melihat kekayaan atau uang sebagai sesuatu yang jahat. Uang atau kekayaan itu bisa merupakan berkat dari Tuhan.Alkitab lebih banyak berbicara tentang kebahayaan uang dan harta. Tuhan Yesus sendiri berulang kali memberikan peringatan keras soal uang. Dalam kisah orang muda kaya, Tuhan Yesus mengatakan berikan semua hartamu kalau kamu mau mengikut Aku. Tuhan Yesus juga memberikan perumpamaan tentang firman seperti benih yang ditabur. Ada benih yang jatuh di tengah semak belukar yang menghimpit sehingga benih itu tidak bisa bertumbuh. Yesus mengatakan semak belukar itu ialah tipu daya kekayaan. Deceitfulness of riches, uang itu bisa menipu kita. Pasal 5:10, “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang.” Kalau orang mencintai kekayaan, maka dia tidak akan puas dengan penghasilannya. Ada sesuatu dalam diri kita yang somehow kalau kita melihat yang namanya uang sepertinya tidak ada kata cukup. Di dalam dunia hobi, jika ditanya berapa banyak sepeda yang saya harusnya miliki? Kalau jumlah sepeda yang saya miliki katakanlah sejumlah n, maka jumlah sepeda yang harusnya saya miliki itu adalah n+ 1. Artinya dalam diri kita mengatakan yang harus saya punya adalah lebih daripada apa yang saya punya sekarang. Inilah tipu daya kekayaan. Entah kita kekurangan uang atau kelebihan uang, hal ini tidak akan mengurangi ketamakan di dalam hati kita. Kita seperti tidak akan pernah menemukan titik di mana kita bisa mengatakan cukup. Kita selalu ingin mencoba menggenggam lebih lagi. Tetapi setiap kali kita menggenggam sesuatu kelihatannya kita mendapatkan, tidak lama kemudian menguap begitu saja. Sayangnya cinta akan uang adalah sesuatu yang begitu mengakar dalam budaya dan sejarah manusia sepanjang zaman. Inilah juga yang seringkali menjadi penyebab berbagai macam kejahatan di dunia.
Tadi di ayat 8 kita membaca bagaimana orang miskin ditindas, hukum dan keadilan diperkosa. Mengapa? Karena ada sistem hierarki yang menguntungkan mereka yang kaya dan mengorbankan mereka yang tidak kaya. Sistem birokrasi yang melindungi para pemimpin dan mengorbankan bawahan. Kalau ditelusuri, berbagai macam masalah di dunia entah itu masalah dalam skala pribadi ataupun skala komunitas (negara) atau bahkan skala dunia internasional, maka yang namanya pertengkaran, iri hati, kepahitan, amarah, pembunuhan, peperangan, jangan-jangan akarnya adalah karena cinta akan uang. Orang yang cinta akan uang dan akhirnya mendapatkan banyak uang, ia mendapatkan posisi dan kuasa. Mereka cenderung menjadi kelompok yang akhirnya membuat sistem yang membuat mereka semakin kaya, sekalipun itu harus mengorbankan banyak orang lain. Kohelet menunjukkan kepada kita sepertinya ada kelemahan di dalam sistem yang didesain oleh Tuhan. Pekerja bisa tidur lebih nyenyak dibanding orang kaya yang mungkin stress karena memikirkan usahanya yang makin besar makin tinggi resikonya. Sementara pekerja biasa yang hidup hanya paycheck by paycheck, pulang kerja bertemu keluarga, bisa istirahat dan tidur dengan lega. Kita melihat ada seperti ironi di dalam realita yang Tuhan desain di bawah matahari. Tuhan kadang tidak mengizinkan orang yang cinta uang itu menemukan kepuasan dalam segala harta yang dia miliki.
Ayat 11 kita membaca dengan bertambahnya harta maka bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan bukankah di dalam satu sisi kita juga melihat ini ya dalam pengalaman hidup kita. Di mana ketika penghasilan bulanan kita bertambah maka ternyata pengeluaran kita juga makin bertambah. Makin besar rumah kita, makin besar biaya maintenance-nya. Makin besar bisnis kita, makin banyak karyawan yang harus digaji dan uang yang diputar. Tawaran produk investasi mulai datang dan membuat kita tergoda. Ternyata rugi! Kerugian orang yang punya banyak uang kadang lebih besar daripada harta orang yang biasa saja. Sekali lagi Alkitab tidak melihat uang dan kekayaan itu sebagai sesuatu yang jahat. Itu netral. Masalahnya hati kita tidak netral. Hati kita cenderung untuk mencintai uang. Itulah mengapa Alkitab lebih banyak memberikan kepada kita peringatan-peringatan keras tentang kebahayaan uang. Dan di bagian pertama ini kita melihat bagaimana Kohelet mengajarkan kepada kita bahwa cinta akan uang itu tidak akan memberikan kepuasan.
Kita masuk kepada bagian kedua, pasal 5: 13-17 yang paralel dengan pasal 6:1-6 yang akan memberikan pesan bahwa cinta akan uang itu akan menimbulkan banyak kemalangan. Kekayaan bukan saja tidak memuaskan tapi bisa mendatangkan kebahayaan bagi pemiliknya. Harta kekayaan bisa secara tiba-tiba menguap, hilang begitu saja. Binasa oleh kemalangan. Orang yang tadinya punya begitu banyak, tiba-tiba kehilangan segala sesuatu sampai tidak tersisa apapun untuk anaknya. Ini sebuah kemalangan yang sangat besar. Pada masa-masa resesi, kita mendengar banyak berita tentang mantan orang kaya yang tiba-tiba kehilangan semuanya. Mereka yang tidak bisa menerima realita, ada yang memilih untuk mengakhiri hidupnya. Sebenarnya kalau dipikir-pikir mereka masih bisa melanjutkan hidup. Mereka masih bisa mulai dari nol lagi. Meskipun tidak mudah. Tetapi sepertinya ada yang membuat mereka ketika kehilangan semua itu, mereka mengatakan, “Lebih baik saya bunuh diri saja.” Ketika uang sebanyak itu menguap, yang hilang bukan saja uang itu, tapi ada bagian dari diri pemilik uang itu yang juga ikut hilang. Sehingga mereka berpikir, “Buat apa saya hidup lagi? Hidup saya sudah berakhir.” Bukankah ini sesuatu yang sangat ironik? Orang yang cinta uang ketika dia memiliki banyak uang, dia pikir dengan punya banyak uang dia punya semuanya. Tetapi sebetulnya ketika dia mencintai semuanya, maka seluruh harta benda itulah yang memiliki hidupnya. Bahasa Inggrisnya menarik, kata possess dipakai di sini. Harta benda itu yang possess dia, jadi orang tidak lagi berkuasa atas hidupnya sendiri. Inilah kemalangan yang ditimbulkan oleh orang yang cinta uang. Dia selalu ingin punya lebih banyak lagi. Dengan memiliki lebih banyak lagi ia akan lebih bahagia. Hidup dinilai dengan barang-barang kepunyaannya. Cinta akan uang itu membuat banyak kemalangan. Karena sekalipun harta kita tidak hilang, cepat atau lambat kita akan berpisah dengan harta kita, yaitu saat kita menginggalkan dunia ini. Ayat 15 mengatakan sebagaimana kita ke luar dari kandungan ibu, kita telanjang, tidak bawa apa-apa. Demikian juga kita akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa apa-apa. Kohelet bertanya, “Jadi buat apa orang itu bersusah-susah menjaring angin kerja berat di dunia ini?” Ayat 17, sepanjang umurnya dikatakan, dia berada dalam kegelapan, kesedihan, banyak kesusahan, penderitaan, kekesalan. Semuanya demi mendapatkan uang banyak yang cepat atau lambat dia harus berpisah darinya. Menghabiskan hidup dalam begitu banyak kepahitan demi sesuatu yang cepat atau lambat kita harus melepaskannya.
Yang ketiga, mengapa cinta akan uang menimbulkan kemalangan? Ini yang sebetulnya paling-paling ironi. Yaitu ketika Tuhan memberikan kepada seseorang begitu banyak kekayaan dan kemuliaan sehingga dia tidak kekurangan sesuatu apapun. Tetapi orang itu tidak dikaruniai Allah untuk bisa menikmatinya. Allah seperti betul-betul sengaja melakukan hal ini. Kamu cinta uang, saya kasih uang seperti yang kamu mau. Tapi aku akan menunjukkan mengapa uang tidak bisa memberikan kepuasan. Karena uang belum tentu menimbulkan kenikmatan. Orang yang memiliki begitu banyak hal kadang bisa hidup tanpa sukacita. Orang yang punya begitu banyak uang justru hidupnya penuh dengan ketakutan dan ketidakpuasan. Takut kehilangan apa yang dia sudah punya. Takut apa yang dia sudah bangun itu hancur hilang dalam sekejap. Tetapi juga di sisi lain dia merasa tidak puas. Dia ingin lebih lagi. Ketika melihat ada sesuatu yang dia belum punya, dia begitu terobsesi untuk mendapatkannya.
Kohelet memberikan perbandingan, orang kaya yang tidak kekurangan apapun. Yang bahkan dikatakan punya 100 anak dan umurnya panjang. Bahkan hidupnya katakanlah dia bilang dua kali 1000 tahun. Tetapi dia tidak bisa menikmati kesenangan. Kohelet mengatakan, orang ini itu lebih kasihan daripada anak gugur. Kohelet bukannya kurang peka terhadap dukacita orang tua yang kehilangan anaknya. Tetapi Kohelet justru mau meng-highlight betapa kasihannya orang yang seperti itu. Lebih baik jadi anak yang mati gugur. Karena at least anak yang mati gugur ini mendapatkan ketenangan, rest, di dalam hidupnya. Memang anak yang gugur ini dikatakan datang dalam kesia-siaan, pergi dalam kegelapan dan namanya ditutupi dalam kegelapan. Kata kegelapan disebut dua kali. Tetapi ini dikatakan lebih baik. Lebih baik daripada orang kaya di ayat ke-17, sepanjang umurnya dalam kegelapan, kesedihan, kesusahan, penderitaan, kekesalan. Setidaknya dia mengalami kegelapan hanya sesaat dan kemudian menikmati rest di dalam Tuhan. Sedangkan orang kaya ini selama ratusan tahun, ribuan tahun hidupnya tidak merasakan kenikmatan. Hidup yang panjang tanpa bisa menikmatinya adalah sebuah kemalangan. Jadi apa yang baik di dalam hidup ini? Ini menjadi bagian kesimpulan.
Pasal 5:18-20, Allah sebagai pemberi segala berkat dan kenikmatan. Jadi apa yang baik? Kalau kita melihat kepada Allah, mempercayai Dia dan menikmati setiap karuniaNya yang baik. Menerima bagian yang Tuhan sudah tetapkan bagi setiap kita dan mengucap syukur atas bagian tersebut dan menikmatinya. Apa yang sebetulnya bisa kita cita-citakan? Kita ini hanyalah makhluk yang dari debu dan akan kembali kepada debu. Kita hidup di dunia ini, kita kerja sebaik mungkin. Menemukan kenikmatan dalam pekerjaan yang Tuhan percayakan bagi kita. Makan, minum secara sederhana, menikmati keseharian dengan uang terbatas yang kita miliki. Dan mengakui mengingat bahwa semua ini adalah pemberian Allah. Kalau kita bisa menyadari hal ini, saya percaya hidup kita jauh lebih indah. Kunci kebahagiaan hidup seseorang bukanlah berapa banyak yang dia miliki, karena pada realitanya banyak sekali orang yang memiliki begitu banyak tetapi tidak bahagia. Ada orang yang punya sedikit terbatas, tapi hidupnya jauh lebih bahagia. Jadi kunci kebahagiaan seseorang adalah ketika dia melihat apa yang dia punya dan dia merasa cukup, dia dipenuhi dengan ucapan syukur. Untuk menikmati apa yang kita punya, kita pertama-tama perlu sadar bahwa segala hal yang kita miliki adalah pemberian Tuhan. Tuhan memberikan kepada kita kesempatan, skill dan pekerjaan. Kalau kita betul-betul sadar itu, hidup kita akan sangat berbeda. Kalau kita berpikir yang kita miliki adalah hasil kerja keras dan kemampuan kita, kita merasa saya sudah sepantasnya mendapatkan hal ini. Hidup ini jadi penuh dengan rasa tidak puas. Kita mengatakan harusnya saya dapat lebih. Lalu kita menjadi orang yang hitung-hitungan dan sulit untuk memberi. Apa yang dibahas pada hari ini dalam tradisi gereja ada dalam tujuh dosa mematikan. Dan ini menjadi salah satu dosa yang disebut sebagai dosa kerakusan atau ketamakan. Ketamakan seringkali dikontraskan dengan virtue yang namanya kemurah hatian atau generosity. Orang yang terjebak dalam cinta akan uang akan dikuasai dengan dosa ketamakan. Padahal harusnya orang yang hidup menjadi semakin serupa dengan Kristus adalah orang yang murah hati, yang suka memberi. Yang membuat orang itu susah untuk memberi salah satunya adalah orang merasa apa yang dia miliki adalah sesuatu yang dia pantas untuk dapatkan. Saat memberi persembahan kita hitung uang yang mau kita berikan itu hasil kerja berapa jam. Tetapi anak-anak yang terima uang dari orang tuanya, saat memberikan persembahan mereka berikan semua, karena mereka pikir ini dari orang tua diberikan pada saya untuk dimasukkan ke dalam kantong persembahan. Mengapa kita susah untuk memberi? Karena kadang kita merasa apa yang kita punya adalah hasil kerja keras kita sendiri. Kita lupa bahwa semua yang kita punya adalah pemberian Tuhan. Pemberian Tuhan yang cepat atau lambat nanti kita harus kembalikan, kita akan harus lepaskan semuanya. Pemberian Tuhan sebetulnya Tuhan sekedar titipkan kepada kita untuk kita pakai dengan bijaksana dan bertanggung jawab untuk memuliakan nama Tuhan. Tentu bukannya kemudian kita sembarangan memberikan semua yang kita punya, kita harus bertanggung jawab di dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Kita seringkali itu seperti orang Israel di padang belantara. Sekalipun Tuhan menjanjikan memelihara hidup dengan memberikan manna setiap hari. Kita tidak percaya akan janji Tuhan dan kita ingin kumpulkan roti manna itu lebih dari sehari. Tapi Tuhan mendesain roti manna yang disimpan lebih dari sehari akan dimakan ulat. Karena Tuhan mau kita belajar bukan saja memiliki hati yang melihat kepada Tuhan dan bersyukur atas pemeliharaanNya, tapi juga percaya bahwa Dia yang akan memelihara hidup kita.
Punya iman yang bergantung kepada Tuhan dalam keadaan kekurangan seperti apapun, aku percaya Tuhan yang akan memelihara hidupku. Dalam keadaan kelimpahan kita mengingat Tuhan, bersyukur kepada Dia. Dalam keadaan kekurangan kita ingat kepada Tuhan, beriman, percaya akan pemeliharaanNya. Inilah kunci kebahagiaan dalam hidup seorang manusia di dunia ini. Bukan berapa banyak yang kita miliki. Berapa ucapan syukur yang keluar dari hati kita. Berapa iman yang siap untuk bergantung kepada pemeliharaan Tuhan? Itu yang akan memberikan kebahagiaan, ketentraman dalam hidup ini. Untuk mengakhiri bagian akhir dari renungan kita hari ini, saya membagikan kaitan antara pembahasan kita hari ini dengan hari raya orang Yahudi. Dalam Taurat 3 kali setahun orang Israel umur 13 tahun ke atas harus pergi ke Yerusalem untuk merayakan 3 hari raya. Pessach (Paskah) dirayakan selama 1 minggu di bulan April. Ini menandai permulaan musim tuai dari seluruh 1 tahun. Ketika orang Israel mulai musim menuai, maka tuaian pertama itu ditandai dengan perayaan ini. Shavuot atau perayaan hari raya 7 Minggu. Dirayakan selama 7* 7 minggu berarti 49 hari dan plus 1 hari yang adalah hari raya Pentakosta. Ini dirayakan di akhir musim semi atau awal musim panas. Sukkot atau hari raya Pondok Daun. Dirayakan selama 1 minggu, biasanya jatuh di bulan Oktober. Ini adalah perayaan yang menandai akhir dari musim panen. Jadi kalau 1 tahun pertama kali panen itu perayaan Paskah, maka hasil tuaian terakhir adalah perayaan hari raya Pondok Daun. Ini dikaitkan secara agriculture dan ada makna makna teologisnya. Perayaan Paskah adalah perayaan keluarnya orang Israel dari perbudakan Mesir. Bagi orang Kristen ini menjadi perayaan Jumat Agung, kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib dan minggu Paskah di mana Tuhan Yesus bangkit dari kematian. Hari raya 7 minggu yang puncaknya adalah hari raya Pentakosta. Orang Israel merayakannya sebagai peristiwa di mana Musa menerima hukum Taurat di atas gunung Sinai. Di Perjanjian Baru, peristiwa para murid menerima Roh Kudus yang dimeteraikan bukan di atas loh batu, tapi dalam hati mereka.
Yang menjadi perhatian kita hari ini adalah hari raya Pondok Daun. Orang Israel harus membuat pondok-pondok dan tinggal di dalamnya selama 7 hari. Untuk mengingat bagaimana Tuhan menuntun mereka di padang belantara ketika mereka tinggal di kemah-kemah di padang belantara. Ini menjadi perayaan yang mengajak orang Israel untuk mengingat dan merayakan kebaikan Tuhan, pemeliharaan Tuhan ketika orang Israel 40 tahun mengembara di padang belantara. Setiap tahun orang Yahudi ke Yerusalem, mereka bikin tenda lalu tinggal dalam tenda itu bersama-sama dengan keluarganya. Dan yang menarik selama 1 minggu itu mereka tinggal di dalam tenda mereka membaca kitab Pengkhotbah.Ini satu hal yang sangat aneh. Karena kita tahu kitab Pengkhotbah isinya sangat depressing. Padahal di antara tiga hari raya, hari raya Pondok Daun ini adalah the feast, perayaan yang paling puncak. Setelah seluruh hasil panen terkumpul selama 1 tahun, mereka merayakan. Tuhan memerintahkan harus kamu bersukacita. Harus kamu merayakannya. Ini 7 hari pesta dengan sukacita, kelimpahan menikmati hasil panen yang diberikan oleh Tuhan. Merayakan kesetiaan Tuhan, menuntun mereka di padang belantara. Pada zaman Tuhan Yesus, ada seorang imam yang bertugas di mana setiap hari dia akan membawa sebuah golden pitcher. Dia mengambil golden pitcher itu dari bait Allah di atas bukit. Dan dia akan menuruni anak tangga selatan dari Bait Allah menuju ke kolam Siloam. Sampai di depan kolam Siloam itu dia akan berlutut dan dia mengambil air dari kolam Siloam itu. Ketika imam itu mengambil air di situ, maka dia membacakan Yesaya 12:3. “Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan.” Setiap hari dia turun dari Bait Allah ke kolam Siloam membacakan ayat itu, lalu bawa lagi airnya naik ke atas. Sampai di atas dia akan curahkan air itu di atas mezbah Allah. Mengingatkan orang Israel pemeliharaan Allah di padang belantara, roti manna, air yang keluar dari batu karang. Nah, pada hari terakhir perayaan Pondok Daun, ketika dia mencurahkan air dari golden pitcher itu ke atas mezbah Allah, dia membacakan ayat dari Yesaya 44:3. Ia mengatakan, “Sebab aku akan mencurahkan air ke tanah yang haus. Hujan lebat ke tempat yang kering. Aku akan mencurahkan RohKu atas keturunanmu dan berkatKu ke atas anak cucumu.” Tuhan Yesus berdiri dan dia berseru kepada orang banyak di sana (Yoh 7:37), “Barang siapa haus datanglah kepadaKu dan minum. Barangsiapa percaya kepadaKu, dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” Yohanes mencatat Yesus sedang berbicara tentang Roh Kudus yang diberikan kepada orang percaya. Saudara, apa yang Yesus Kristus berikan bagi kita untuk menghapuskan segala kehausan dalam hati kita? Bukan air dan makanan secara fisik. Bukan uang, kekayaan atau harta. Tapi Yesus memberikan Roh Allah berdiam dalam hati kita. Allah memberikan diriNya bagi kita dan Dia tinggal dalam hati kita. Karena memang hanya Dia yang bisa mengisi kekosongan dalam hati kita. Yang bisa memberikan kepuasan, hanya Allah yang mengasihi kita, yang tinggal dalam hati kita, yang bisa membuat kita mengatakan ini cukup. Engkaulah bagianku baik di bumi maupun di surga. Apalagi yang menjadi alasan bagi kita untuk tidak mempercayai pemeliharaan Tuhan dalam hidup kita setiap hari? Tuhan bukan saja memberikan segala berkatNya, Tuhan memberikan diriNya bagi kita. Roh Kudus tinggal dalam hati kita, maka hati kita menjadi seperti ada aliran-aliran air hidup yang membuat kita tidak lagi mengambil dan merebut, tetapi kita berpikir, apa yang saya bisa berikan bagi orang lain. Bagaimana saya bisa menggunakan harta yang Tuhan titipkan ini bagi kemuliaan nama Tuhan? Bagaimana hidup saya yang memang terbatas, tapi dengan segala kelimpahan yang Tuhan berikan, saya bisa jadi saluran berkat bagi orang lain? Kiranya Tuhan boleh mengajarkan kepada kita untuk tidak mencintai uang. Tapi memikirkan apa yang kita bisa kerjakan dengan apa yang Tuhan titipkan bagi kita.