Eksposisi Matius: Jangan Membunuh (4)

Matius 5:21-22; Roma 7:4-13

Pdt. Adrian Jonatan, M.Th.

*Ringkasan khotbah ini belum diperiksa pengkhotbah.

Sudah empat kali kita berbicara tentang hukum jangan membunuh. Makin kita membahas dan merenungkan lebih lanjut, ternyata banyak sekali hal yang kita bisa pikirkan tentang hukum yang begitu sederhana ini. Betapa dalamnya makna hukum dan kebenaran yang Tuhan tetapkan. Di khotbah yang pertama, kita melihat Yesus masuk ke dalam inti sari hukum tersebut. Ini bukan hanya sekadar tindakan pembunuhan tetapi sesuatu yang dimulai dari dalam hati, yaitu hati yang memelihara kebencian terhadap orang lain. 

Kita juga melihat bagaimana orang Yahudi seakan-akan tidak membunuh tetapi di dalam zaman Yesus, mereka menggunakan kata-kata untuk membunuh orang lain. Ini justru adalah hal yang lebih jahat. Di luar seakan-akan tidak melanggar hukum tetapi di dalam hati memelihara kebencian dan mereka memanipulasi kebenaran dan mengizinkan orang lain yang melakukan pembunuhan. Yesus menyatakan apa yang Tuhan lihat di dalam hati manusia. Dan kita diingatkan bahwa sebenarnya baik ibadah kita, kerohanian kita, keagamaan kita, semua itu menjadi sia-sia jika kita masih seperti itu.

Tuhan mengatakan kepada mereka yang berkata ’rakka’ (kafir) kepada orang lain, yang menggunakannya untuk menyatakan kebencian agar orang lain membunuh, bahwa sebenarnya merekalah yang demikian dan mereka telah memutarbalikkan kebenaran. Biasanya yang dituduh kafir akan dibawa ke pengadilan agama, tetapi Yesus berkata bahwa yang berkata itulah yang akan dihadapkan ke pengadilan agama. Orang Yahudi juga berkata kepada yang lain ‘fool’ (jahil). Ini adalah istilah yang dipakai di zaman Daud untuk berkata kepada orang ateis yang tidak percaya Tuhan dan ada di dalam bangsa Israel. Juga di Mazmur kepada mereka yang mengatakan tidak ada Allah, tidak takut akan hukum Allah. Di dalam zaman Yesus ini berbeda, istilah ‘fool’ digunakan untuk membunuh orang lain yaitu jika di zaman orang Farisi seseorang dibilang hal ini, maka mereka boleh dirajam batu.
 
Di sini kita melihat bagaimana dosa memutarbalikkan satu zaman dengan zaman yang lain. Sehingga hukum yang sederhana yang Tuhan berikan itu ditantang di satu sisi di dalam zaman ini, lalu ditantang dari arah yang lain di zaman yang lain. Di sesi ketiga akan khotbah ini kita melihat penerapan luas dari hukum ini. Di zaman kita ini berkaitan dengan urusan aborsi, peperangan, juga hukuman mati. Maka kita sebagai manusia betul-betul perlu bijaksana. Tuhan memberikan hukum sederhana. Tuhan tidak mau terlalu banyak bicara tentang hukum. Tugas manusia adalah menerima hukum dan merenungkan bagaimana mereka menerapkannya. 
 
Jika saja hukum jangan membunuh ini diterima semua orang, maka betapa banyak peperangan yang tidak perlu dilakukan. Kita melihat usaha perdamaian dan uang yang dipakai dalam mengadakan perdamaian. Andai saja orang-orang menerima hukum ini, merenungkan dan menerapkannya agar kebencian itu tidak bertumbuh maka berapa banyak kematian yang bisa dihindari.
 
Tuhan memberikan hukum yang begitu sederhana, tetapi manusia digerakkan oleh dosa untuk memutar balikkan dan seakan-akan berkelit di dalam hukum tersebut. Maka pada akhirnya Tuhan harus berkata secara eksplisit, walaupun hukum itu sebenarnya sudah ada di zaman Adam dan Hawa. Tuhan tidak berkata jangan membunuh di zaman itu, tetapi apakah artinya tidak apa membunuh? Tentu tidak dan mereka tahu akan hal ini dari perintah Tuhan untuk bertambah banyak. Implikasi dari perintah ini adalah jangan membunuh karena bagaimana bisa bertambah jika saling membunuh. Walaupun Tuhan belum mengatakan jangan membunuh, waktu Kain membunuh dia tahu bahwa dia telah melakukan sesuatu yang jahat. Kita melihat bagaimana dia ketakutan dan kesadarannya akan penghakiman, yaitu dia takut pembalasan orang lain. Dosa membuat ketakutan kita akan Tuhan dan hukum Tuhan bergeser kepada takut terhadap konsekuensi dan hukuman. Sehingga kita harus mengembalikan ketakutan kita kepada Tuhan. Bukan takut akan apa yang akan terjadi tetapi agar kita betul-betul memiliki hati yang disucikan Tuhan.

Selanjutnya kita melihat bagaimana manusia terus melanggar hukum Tuhan, dari zaman Kain sampai zaman Nuh. Kebencian dan pembunuhan itu terus bertumbuh sampai di zaman Nuh begitu gelap keadaannya. Dikatakan orang yang kuat akan saling membunuh satu dengan yang lain. Di sini kita melihat jika kebenaran Tuhan itu dibuang maka masyarakat akan perlahan masuk ke dalam keadaan seperti neraka, sama seperti yang terjadi di beberapa bagian dunia. Maka jika kita masih dapat mendengar firman Tuhan itu artinya anugerah Tuhan masih ada. Tetapi jika kita sendiri tidak menghiraukan dan berpikir itu perkataan orang religius, ataupun kita seakanakan melakukannya walau hati bermain dengan hukum Tuhan, maka di sini Tuhan Yesus mengingatkan kita. Tuhan tahu apa yang ada di dalam hati kita dan janganlah berkelit. Ketika Tuhan memberikan hukum, Tuhan tidak perlu banyak bicara. Ketika manusia terus melanggar, barulah Tuhan berbicara. Di sini, setelah pelanggaran terus bertambah maka di zaman Nuh manusia dibantai Tuhan. Dan waktu Tuhan mulai lagi dengan Nuh, barulah Tuhan berkata akan peraturan jangan membunuh dan yang membunuh akan dibunuh. Itu bukan berarti bahwa sebelumnya boleh membunuh. Bagaikan orang tua yang sebenarnya tidak mau terus berkata jangan melakukan ini dan itu karena anak juga akan bosan. Sebagai orang tua, kita berharap untuk bicara dengan sederhana dan anak langsung mengerti dan menerapkan. Jika kita memiliki anak seperti itu, betapa sukacitanya kita. Tetapi inilah akibat dari dosa.

Jika kita mengerti hal ini, maka kita akan mengerti akan apa yang kita baca di Roma 7 tadi. Tuhan memberikan hukum Taurat seperti pagar dan dosa membuat kita bermain. Makin dilarang malah makin ingin kita lakukan. Dan di ayat 7 dipertanyakan apakah hukum Taurat itu dosa? Di sini, sekali lagi, manusia di dalam keberdosaan justru menyalahkan hukum Taurat akan keberdosaan mereka. Mereka berkata mengapa diri berdosa? Ini karena Tuhan memberikan hukum dan permasalahannya adalah hukum Tuhan. Andaikan tidak ada hukum maka mereka berkata akan tidak berdosa. Kita tahu semua orang berdosa, akan tetapi di zaman itu karena hukum tidak dinyatakan secara eksplisit, seakanakan mereka tidak berdosa tetapi sebenarnya sudah berdosa. Maka bukan hukum Taurat yang menyebabkan dosa.
Juga dikatakan di ayat 7-8, “justru oleh hukum Taurat aku mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: Jangan mengingini!” Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan dalam diriku rupa-rupa keinginan: sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. Di sini maksudnya dosa mati adalah dosa itu seperti tidak aktif dan kita tidak sadar bahwa kita berdosa. Hukum Taurat seperti penanda kanker. Hukum bagaikan penanda yang menunjukkan kepada kita bahwa ada kanker di dalam diri kita. Sebelum ada pemindaian, kanker tidak kelihatan, seperti tidak aktif dan tidak terlihat. Tetapi justru hukum itulah yang kemudian memperlihatkan keadaan tersebut. Dan di ayat 9 kita melihat bagaimana fungsi hukum Taurat adalah menunjukkan kepada kita dosa yang ada di dalam hidup kita.
 
Di zaman ini, hukum ini kembali ditantang dari kiri dan kanan. Ada tiga hal lagi yang akan saya bahas. Pertama Eutanasia. Eutanasia adalah bunuh diri yang baik yaitu dengan mengizinkan diri disuntik agar dapat mati tanpa sadar. Manusia berpikir apa salahnya melakukan hal ini. Pergumulan ini mungkin tidak ada di dalam zaman Yesus. Tetapi di zaman ini orang berpikir apa salahnya karena hidup itu milik dan hak sendiri. Mari kita ingat akan prinsip firman Tuhan bahwa hidup itu bukan milik kita. Hidup itu diberikan oleh Tuhan karena itulah kita tidak bisa mengambil hidup orang lain dan di saat yang sama kita juga tidak bisa sekadar mengambil hidup kita sendiri.

Di sini kita juga melihat kebijaksanaan Tuhan karena hukum ini sebenarnya melindungi banyak orang yang mungkin sedang rentan secara psikologis. Mereka yang akhirnya memilih bunuh diri, sering kali bukan berada di dalam penderitaan yang besar sekali. Jika dibandingkan 100 tahun yang lalu, mereka yang hidup di dalam zaman peperangan itu jauh lebih menderita. Meskipun mereka berada di dalam penderitaan yang begitu besar, mereka masih berjuang untuk hidup. Tetapi di zaman ini, tindakan bunuh diri melalui eutanasia makin meningkat. Ini bukan karena zaman ini jauh lebih menderita, tetapi karena keadaan psikologi manusia yang membuatnya seakan-akan jauh lebih menderita. Makin banyak orang yang berada di dalam keadaan yang rentan secara psikologis dan karena itulah perlu ada perintah ini. Tetapi juga kita sebagai orang-orang Kristen menyadari bagaimana kita perlu berjuang menolong dan mengangkat mereka. Kalau mereka menemukan makna hidup di dalam Tuhan, mereka tidak akan menjadi orang yang kehilangan makna hidup dan mudah menjadi rentan akan keadaan ini.

Yang kedua aborsi. Kita tidak terus membicarakan akan aborsi di mimbar. Tetapi kita harus diingatkan bahwa aborsi adalah suatu tindakan pembunuhan terhadap manusia yang sedang di dalam proses pertumbuhan. Orang Kristen terus dihina dan dikatakan sebagai orangorang yang tidak memiliki rasa iba. Tetapi kita harus ingat kenapa kita punya pendirian seperti ini? Ini karena ada gambar dan rupa Allah yang belum bisa berbicara, yang belum bisa berkata-kata maupun berespons, sedang dibantai melalui proses aborsi. Ada satu orang yang menunjukkan di dalam meme bahwa sejak tahun 1900 ada sekitar 1 milyar orang yang mati di dalam peperangan tetapi sejak tahun 1980 ada 1,6 milyar bayi yang diaborsi. Kita begitu sakit atau sedih melihat kematian di dalam peperangan, tetapi begitu banyak kematian yang sedang terjadi tanpa kita sadari. Ada yang berkata bahwa bayi itu belum tentu menjadi manusia. Memang belum tentu, tetapi bukan berarti kita boleh membunuhnya sebelum hal itu kelihatan. Justru sebaliknya, kita harus menunggu untuk betul-betul memastikan bahwa ini bukan manusia barulah kita melakukan tindakan membersihkan.

Salah satu pergumulan di zaman sekarang, berkaitan dengan jangan membunuh, adalah pemutar balikan konsep pembunuhan. Yaitu mereka yang berkata jika engkau tidak menerima identitas mereka, maka kita sedang membunuh mereka. Mungkin saudara pernah mendengar hal ini, ideologi woke. Ada tuntutan misalnya mengharuskan penggunaan kata ganti sesuai dengan yang mereka mau. Jika tidak maka mereka menganggap kita tidak mengakui identitas mereka, kita menolak keberadaan mereka, dan sedang membunuh mereka. Maka kita yang tidak ingin membunuh menjadi dibingungkan dan bergumul akan hal ini. Sekali lagi kita diingatkan betapa rumitnya permainan dosa di dalam hukum yang sangat sederhana ini.
 
Yang sebenarnya mereka lakukan adalah mereka sedang membuat identitas mereka sendiri. Tetapi kita diingatkan kembali bahwa identitas dan hidup itu diberikan oleh Tuhan. Identitas itu bukan sesuatu yang kita buat sendiri. Mereka yang berpikir jika orang menerima identitas yang mereka buat sendiri maka mereka akan lebih senang. Justru sebaliknya, jika kita melihat statistik maka mereka bahagia sebentar dan akan depresi. Mereka tidak akan bebas dari pergumulan mental mereka karena mereka sedang melawan kebenaran Tuhan. Justru sebaliknya, kita berdiri dengan teguh dan menyatakan apa yang benar. Tentu melakukannya dengan penuh kasih, kesabaran, dan bahwa kita mau melindungi mereka agar mereka kembali kepada hidup.

Misalkan kita mempunyai anak yang melihat unicorn dadu dan memimpikannya. Lalu dia begitu berharap melihat unicorn dadu itu dan yakin bahwa betul itu ada dan sampai sakit kalau tidak bisa melihatnya. Apakah yang akan kita lakukan sebagai orang tua? Ada dua pilihan. Pertama mengatakan bahwa memang ada unicorn dadu lalu kita mewarnai kuda poni dengan warna dadu dan meriasnya agar seperti unicorn. Ataukah kita membantu dia untuk bergumul bahwa tidak ada yang namanya unicorn dadu. Banyak kuda yang bagus dan ada kambing yang bertanduk, tetapi tidak ada unicorn dadu. Justru dengan mengatasi pergumulannya, dia akan hidup di dalam realitas dan ini justru menolong dan menyelamatkan dia.

Selanjutnya mari kita melihat bagaimana dosa itu berkelit di dalam hukum Tuhan sehingga kita sebagai orang Kristen harus memiliki kebijaksanaan. Jika tidak maka nanti kita akan dibingungkan melihat segala permasalahan etika ini. Dan yang lebih repot adalah kita bingung kenapa kita bingung. Saya bukan mengatakan bahwa dengan ini maka semua menjadi sangat jelas karena di dalam zaman yang akan datang serangan itu akan berlanjut. Akan ada seranganserangan terhadap hukum Tuhan yang belum kita dapat bayangkan sekarang. Mungkin kita masih akan bingung, tetapi setidaknya kita mengerti bahwa dosalah yang sedang bermain di dalam hukum ini. Seperti jika kita menghadapi ujian dan tidak mengerti kenapa kita gagal. Kita betulbetul kehilangan harapan. Akan tetapi jika kita tahu kenapa kita gagal, maka kita tahu bagian mana yang kita perlu latih dan kita tidak menjadi bingung.
 
Juga makin kita mengerti kompleksitas dari penyerangan dosa terhadap hukum ini, kita boleh makin menghargai apa yang Tuhan berikan. Karena memang sistem dan hukum tidak bisa membereskan masalah manusia yang berdosa. Dahulu saya berpikir apakah mungkin membuat sistem atau hukum di mana dosa tidak dapat berkutik. Tetapi makin saya merenungkannya dan melihat keadaan dunia ini, memang tidak ada. Tuhan tahu tidak ada hukum yang bisa membereskan masalah dosa manusia, hanya Kristus dan Injil yang bisa membereskannya. Sehingga di tengah tidak ada pengharapan dalam menghadapi dosa, kita diajak untuk melihat apa yang sudah Kristus lakukan di dalam hati kita. Kita bukan hanya menerima pagar itu tetapi bagaimana tangan Tuhan sendiri yang menerima akibat dari pagar itu untuk melindungi kita.